Bertutur melalui Cerita Jadi Cara Efektif untuk Sampaikan Pesan Kebinekaan
Jakarta, 15 April 2023 – Salah satu media komunikasi yang dinilai cukup efektif untuk membantu siswa dalam belajar adalah dengan bertutur melalui cerita. Terlebih, di era teknologi digital, bertutur melalui cerita semakin mudah dilakukan diantaranya lewat media sosial yang dapat diakses oleh khalayak luas.
Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Rusprita Putri Utami, mengatakan bahwa bertutur melalui cerita dapat memberikan pengalaman pembelajaran yang lebih menyenangkan, interaktif, dan bermakna bagi siswa.
“Dengan memadukan bertutur melalui cerita dalam pendidikan, siswa dapat terlibat secara aktif dalam pembelajaran dan memperoleh pemahaman yang lebih tentang konsep dan nilai yang diajarkan. Sehingga dengan demikian, metode ini bisa jauh lebih efektif,” ujar Rusprita saat membuka Webinar Penguatan Karakter Forum Belajar Kebinekaan dengan tema Bertutur melalui Cerita untuk Generasi Merdeka Beragam Setara yang digelar secara virtual, Sabtu (15/4).
Salah satu konsep dan nilai yang perlu diajarkan, menurut Rusprita, ialah tentang kebinekaan atau keragaman. Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan negara majemuk dengan beragam suku bangsa, budaya, serta perbedaan nilai-nilai kedaerahan yang harus dipahami dan dimaknai setiap individu di Tanah Air.
Dalam hal ini, Puspeka selain mengemban mandat untuk terus mendorong terwujudnya Profil Pelajar Pancasila, pencegahan tiga dosa besar pendidikan yang meliputi kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransi, juga untuk membangun iklim inklusivitas dan kebinekaan pada ekosistem pendidikan.
“Tentu bukan sesuatu yang mudah bagi kita untuk membangun iklim kebinekaan di satuan pendidikan. Perlu kolaborasi dan kerja sama serta metode yang tepat agar peserta didik mudah memahami dan mempelajari tentang kebinekaan dengan cara yang menyenangkan,” tutur Rusprita.
Untuk diketahui, sejak tahun 2021 Puspeka telah menyusun Modul Wawasan Kebinekaan Global dan melatih 45 Master Trainers yang kemudian mengimbaskan kepada 1.502 guru. Selain itu, Puspeka juga bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek dalam program pengimbasan dan hingga saat ini sudah terlatih sebanyak 28.254 peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG), 1.576 guru pada Program Sekolah Penggerak, dan 5.211 peserta Guru Penggerak.
Puspeka juga telah menyusun Modul Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan melakukan uji coba di 10 provinsi yang melibatkan 110 fasilitator guru dan 450 peserta didik pada 77 satuan pendidikan. Lebih lanjut, terkait pencegahan intoleransi, Puspeka telah memproduksi dan menyebarluaskan sejumlah 52 konten video pembelajaran, dan hingga saat ini sudah ditonton sebanyak 17.620.259 penonton. Sedangkan untuk 40 infografis sudah dilihat sebanyak 1.792.824 penonton.
Manfaatkan media dan cerita yang relevan
Dalam kesempatan yang sama, insan kreator sekaligus pegiat pendidikan, Chiki Fawzi, mengungkapkan bahwa bertutur melalui cerita bukan hanya efektif untuk anak-anak. Para guru dan tenaga pendidik juga dapat menerapkan metode bercerita untuk dapat saling memberikan inspirasi dan berbagi tentang kebinekaan.
Chiki menambahkan, bertutur melalui cerita juga harus memanfaatkan media dan cerita yang relevan. Semisal, para guru dapat bercerita kepada siswa menggunakan media gambar atau sambil berdendang untuk menyebarluaskan pesan kebinekaan.
Selain itu, dijelaskan Chiki bahwa bertutur melalui cerita atau story telling bukan hanya untuk anak-anak saja, tetapi juga berbagai umur. Menurutnya, yang perlu diperhatikan adalah media dan relevansi cerita.
“Kalau audiensinya anak-anak, kita bisa pakai boneka sambil mendongeng, yang penting pesannya tersampaikan,” ujar Chiki yang juga seorang relawan dan aktivis pendidikan di Kelas Inspirasi.
Hal senada juga disampaikan Siti Nurjanah, Guru SMP Negeri 2 Cimanggu, Cilacap, Jawa Tengah. Ia menjelaskan bahwa salah satu metode mengenalkan kebinekaan kepada para siswanya ialah dengan melakukan unjuk performa nusantara dan melalui Festival Film Pendek. Dikatakan Nurjanah, dalam unjuk performa nusantara, para siswa diajak untuk bertutur, bercerita tentang keragaman nusantara agar mengenal dan mampu melestarikan keragaman nusantara mulai dari makanan dan minuman tradisional, seni tari, serta mampu mengimplementasikan keragaman bahasa.
“Untuk film pendek, harapannya mereka mampu mencintai dan melestarikan bahasa kelahiran mereka guna melestarikan kearifan lokal dan meningkatkan keterampilan abad 21 yaitu kreatif, berpikir kritis, kolaboratif, dan komunikatif,” paparnya.
Sementara itu, Cicilia Ana Mukti R, Guru PAUD YPJ Kuala Kencana Timika, Papua Tengah, mengaku senantiasa mengajak para siswa untuk bercerita dengan cara yang menyenangkan. Salah satunya, yaitu dengan membuat lingkaran konsentrik berisi cerita anak-anak tentang Papua, dunia, dan diri mereka sendiri.
“Kita (para guru) juga memotivasi anak dengan bercerita, membiasakan cerita setiap hari dengan membuka sudut cerita atau membuat area cerita yang menarik bagi anak-anak. Kita membuat tenda, ada bantal-bantalnya, ada puppet-nya, anak-anak senang sekali ketika mereka bercerita dan mengekspresikan ceritanya dengan bahasa-bahasa mereka,” pungkas Cicilia.
sumber : kemendikbud